Permasalahan bermula saat Majelis Ulama Indonesia (MUI) wilayah Sumatera Selatan mencurigai adanya unsur babi dalam vaksin tersebut yang jelas-jelas diharamkan penggunaannya bagi Ummat Islam. MUI pusat menerima pengaduan ini dan segera mengadakan penelitian.
Sebelumnya sempat beredar laporan yang mengatakan di tahun 2003 MUI pernah menghalalkan vaksin meningitis, tetapi mengapa baru sekarang dipermasalahkan?
"Persoalan vaksin meningitis tidak pernah dibahas oleh MUI, baru dibahas sekarang setelah ada laporan dari Sumatera Selatan," ujar H. Aminudin Yakub, MA, anggota Komisi Fatwa MUI dalam acara Talkshow yang digelar kemarin (27/6) di Mesjid Agung Al-Azhar, Jakarta Selatan.
Dalam acara yang digaungi oleh Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) ini, Badan POM menyatakan bahwa dalam vaksin sudah tidak ada lagi unsur babi, jadi bisa digunakan oleh jamaah haji dan umrah.
"Polisakarida (bahan aktif vaksin meningitis) bersentuhan dengan gliserol (lemak babi) dalam proses pembuatan sampai tiga kali. Setelah itu dilakukan penyaringan," ujar salah satu anggota LPPOM.
"Memang benar dalam proses produksinya vaksin meningitis bersentuhan dengan babi. Tapi vaksinnya sudah tidak mengandung babi lagi karena dilakukan proses ultrafiltrasi," klaim anggota Badan POM menjawab.
Walau Badan POM mengatakan pada hasil akhir vaksin tersebut terbebas dari unsur babi, MUI tetap mengharamkannya karena dalam kasus ini terjadi syubhat, tidak ada yang dapat memastikan apakah benar tidak lagi mengandung unsur babi. "Apa-apa yang bersentuhan dengan babi maka menjadi haram," ujar H. Aminudin Yakub, MA.
Dasar hukum MUI mengharamkan vaksin ini adalah, pertama karena pemanfaatan babi. Kami mengharamkan apapun yang bersentuhan dengan babi (karena babi jelas-jelas keharamannya, terdapat dalam Al-Baqarah : 173). Kedua, ikhtilat, pencampuran secara cair dan sangat memungkinkan akan ikut terangkat di proses akhir, karena hanya disaring. Ketiga, dalam proses produksi vaksin meningitis formula baru ternyata masih menggunakan bahan dari hewan yang diharamkan. Keempat, pendeteksian di akhir menggunakan alat PCR yang tidak bisa mendeteksi protein. Jadi MUI menyatakan bahwa terdapat syubhat dalam vaksin meningitis ini.
Vaksin meningitis yang digunakan di Indonesia adalah vaksin dengan nama dagang Mancevax ACW135Y produksi Belgia yang juga dipakai di 77 negeri Islam di dunia termasuk Malaysia.
Tentang informasi bahwa Malaysia telah memproduksi sendiri vaksin meningitis yang halal, dibantah oleh Menteri Kesehatan, Dr dr Siti Fadilah Supari. Menkes telah mendapatkan informasi langsung dari salah seorang Direktur Lembaga Halal Malaysia ( Direktur Sijjil) Tn Zainal Abidin Bin Jaffar yang menyatakan sampai saat ini Malaysia belum bisa memproduksi vaksin meningitis sendiri.
Hingga kini MUI belum mengeluarkan fatwa haram secara resmi terkait vaksin meningitis ini, karena MUI tidak ingin menciptakan kegelisahan di tengah-tengah masyarakat. MUI telah mendatangi Kedutaan Arab Saudi di Indonesia dan permasalahan ini masih akan terus diproses hingga ditemukan solusi yang sesuai dengan syariat Islam.
Acara talk show ini juga di dukung oleh dua media online Eramuslim.com dan Arrahmah.com serta bekerjasama dengan Majelis ilmu Ar-royyan, Asy-Syafi'iyyah, Forum Umat Islam, FPI dan beberapa ormas - cukup mendapat respon yang positif dari para peserta dengan antusiasnya peserta bertanya kepada para pembicara.
Vaksin meningitis yang digunakan oleh Indonesia berasal dari Belgia dengan merek dagang Mancevax ACW135Y, terbukti mengandung enzim babi walau sang produsen, Glaxo Smith Kline Beecham Pharmaceutical mengatakan tidak ada lagi unsur babi dihasil akhir vaksin. Vaksin ini digunakan di 77 negeri Muslim di dunia, termasuk Malaysia.
Kemarin, digelar sebuah Talkshow membicarakan permasalahan ini. Talkshow dihadiri oleh mereka yang berkompeten dalam bidangnya dan berkaitan dengan pembicaraan yang sedang hangat diperbincangkan, yaitu keharaman vaksin meningitis. Salah satu yang hadir dan menjadi pembicara dalam acara adalah Menteri Kesehatan Indonesia (Menkes), Dr. dr. Siti Fadilah Supari dan Anggota Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia, H. Aminudin Yakub, MA.
Acara yang dimotori oleh Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) ini, dihadiri oleh banyak peserta yang antusias dan ingin mengetahui lebih dalam tentang vaksin meningitis dan keharamannya.
Menkes mengatakan pemberian vaksin meningitis untuk calon jamaah haji dan umrah sebenarnya bukan kemauan Departemen Kesehatan, melainkan ketentuan dari Pemerintah Arab Saudi. Jika tidak diberikan suntikan vaksin tersebut, maka Pemerintah Arab Saudi tidak akan memberikan visa. Fungsi dari vaksin meningitis itu sendiri untuk memberikan perlindungan kepada calon jamaah haji dan umrah, juga mencegah penularan antara jamaah haji yang berkumpul di tanah suci Mekkah, karena meningitis adalah penyakit menular yang berbahaya.
Masalah muncul ketika MUI Sumatera Selatan akhirnya menemukan fakta bahwa di dalam vaksin meningitis terdapat unsur babi yang haram digunakan oleh Ummat Islam. MUI SUmsel segera melaporkan ke pusat dan MUI pusat segera melakukan penelitian. Akhirnya dapat dipastikan bahwa memang terdapat unsur babi dalam vaksin tersebut.
Terkait hal ini Menkes mengatakan, "Depkes tidak berhak atau tidak bisa mempengaruhi ketentuan halal dan haram sebuah vaksin. Halal dan haram adalah wilayah ulama."
Menkes secara tegas mengatakan menyerahkan sepenuhnya persoalan halal atau haram dalam vaksin meningitis yang wajib digunakan calon jamaah haji dan umrah Indonesia. Dia menunggu keputusan MUI hingga dikeluarkannya fatwa MUI.
Namun saat moderator acara, Irfan S. Awwas, Ketua Lajnah Tanfidziyah MMI bertanya kepada Ibu Menkes, "Jika MUI akhirnya mengeluarkan fatwa haram terhadap vaksin ini, apakah Menkes akan terikat dengan keputusan ini?"
Dengan berdiplomasi Menkes menjawab, "Saya belum tahu pasti langkah-langkahnya, kita tidak bisa berandai-andai disini, mungkin akan diadakan rapat kabinet yang juga mengikutsertakan Menteri Agama. Karena saya tidak bisa memberi keputusan, keputusan bukan ditangan saya."
Tetapi Menkes mengatakan Insha Allah di tahun 2010, negeri-negeri Muslim akan memproduksi vaksin sendiri. "Menteri-menteri Kesehatan dari negara-negara Islam telah mengadakan rapat untuk membuat vaksin sendiri dan tentunya vaksin yang halal, kini sedang dalam proses. Seluruh negara Islam setuju mengenai keputusan ini, hanya Arab Saudi dan Mesir yang menolaknya."
Sebelum Menkes meninggalkan tempat acara, Drs. Muhammad Thalib, ketua MMI memberikan rekomendasi kepada Menkes, yaitu, MUI dan Depkes bekerjasama secara profesional untuk meutuskan solusi mengenai masalah ini dan keberangkatan jamaah haji tahun ini ditunda sementara waktu sampai didapat vaksin yang halal. Menkes menyambut hangat rekomendasi yang diajukan MMI.
Komentar :
Post a Comment
Silakan memberi komentar di sini, No SARA buat komentarnya