Benarkah Hanya Sekadar Politisasi Agama
Menjelang Pilpres, Prabowo Subianto mengimbau persoalan etnis dan jilbab jangan diributkan. Beragam budaya dan agama harus diterima sebagai sebuah anugerah.
"Demokrasi merupakan jalan yang damai, jangan menyinggung ras dan agama," kata Prabowo usai menerima dukungan Gerakan Damai Sejahtera di Mega Prabowo Media Center, Jakarta, Ahad (31/5).
Ratusan suku, etnis dan bahasa serta berbagai agama, ujar Prabowo, merupakan takdir. Segala perbedaan harus diterima sebagai kekayaan dan anugrah. Masing-masing agama, etnis, dan budaya punya hal-hal yang bisa disumbangkan untuk negara.
"Masak abad 21 masih ngomong itu, memalukan. Pakai jilbab monggo. Bagi yang tidak, menjalankan agama dia silahkan," imbuh cawapres Megawati ini.
Meski orang keturunan India, Arab ataupun China, lanjut Prabowo, harus dianggap sebagai saudara jika mengakui sebagai orang Indonesia. "Mau orang Papua. Mau rambutnya keriting, lurus, keturunan Eropa, China, India asal mengaku sebagai orang Indonesia. Mereka merupakan saudara," pungkasnya.
Isu Jilbab berkembang di Pilpres kali ini. Orang menggambarkan sebagai politisasi agama. Kalau ini digerakkan secara massif akan menguntungkan pasangan JK-Win.
Namun pengamat politik Islam dari UIN Jakarta, Bachtiar Effendi, menolak pandangan bahwa isu jilbab sebagai upaya politisasi agama. “Isu jilbab hanya untuk memberi pembeda antara JK-Wiranto dan pasangan capres lainnya,” tegasnya.
Sebetulnya, baik isu Neolib atau jilbab harus ditanggapi biasa saja. Memang SBY-Boediono dalam posisi defensif. Karenanya, SBY-Boediono harus memberikan jawaban yang cerdas, tidak menghindar dan mengelak dari isu tapi memberi jawaban.
Tidak bisa mengatakan jilbab bukan persoalan penting, tidak bisa juga mengatakan jilbab bukan persoalan ecek-ecek, dan sebagainya. Tapi yang diperlukan, SBY-Boediono memberi penjelasan yang terus terang.
Kontroversi soal jilbab berbuntut makin panjang. Isu itu kini bahkan merembet ke figur Ani Yudhoyono dan diperdebatkan masyarakat luas. Menghadapi perkembangan isu itu, PKS pun gerah. PKS khawatir isu itu jadi blunder hanya karena menjelang pilpres.
"Saya menyayangkan, padahal itu dari diri pribadi saya sendiri, tapi kok jadi begini. Masalah jilbab seharusnya tak menjadi isu besar, kalau tiba-tiba terkait elektabilitasnya kan ini jadi blunder," kata Wakil Ketua DPP PKS Zulkieflimansyah usai dialektika 'Benarkah konsep politik ekonomi neolib dan kerakyatan memperjuangkan parlemen?' di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Jumat (29/5).
PKS, menurut Zul tak memaksa Ani Yudhoyono untuk memakai jibab. Apalagi hanya karena tekanan dari kompetitor capres lain. "Bu Ani jangan memakai jilbab menjelang mau pemilu. Tidak ada PKS memaksa-maksa wanita memakai jilbab, apalagi kalau hanya tekanan kompetitor," ujarnya.
"Itu adalah black propaganda karena isu itu sengaja dilontarkan khususnya kepada PKS. Makanya timbul persepsi kok PKS yang partai Islam malah merangkul yang tak ada jilbabnya," kata Ketua Dewan Pakar PKS Soeripto, Jakarta, Jumat (29/5).
Menurutnya, isu Jilbab Loro itu sangat berpengaruh terhadap pencitraan capres terutama di kalangan umat muslim di Indonesia. Ia mengatakan, kalau ada kader PKS yang terpengaruh dengan black propaganda maka akan menjadi tugas DPP PKS untuk menyadarkannya.
"Tertarik sih boleh tapi jangan tergiur dong. Yang dipilih itu kan calon presiden bukan istri calaon presidennya. Sudah pasti ada pengaruh bagi umat Islam yang kasat mata melihat jilbab itu bisa terpengaruh," katanya.
Meski begitu, sambungnya, PKS tidak perlu menyiapkan strategi khusus untuk menangkal black propaganda Jilbab Loro itu. "Tidak perlu ditangkal tapi perlu dipahamkan kepada seluruh kader PKS saja suapaya tetap mandukung dan memilih pasangan SBY-Boediono," pungkasnya.
Cawapres SBY, Boediono banyak diragukan keislamannya oleh banyak kalangan. Istrinya yang tidak menggunakan jilbab pun dipersoalkan. Menanggapi hal itu, mantan Gubernur BI ini membantahnya dengan bahasa sederhana.
"Saya itu SD Muhammadiyah. Sejak dulu saya tidak pernah pindah agama. Saya Islam. Saya menjadikan Islam sebagai pegangan hidup saya," kata Boediono saat berjumpa dengan wartawan di Pondok Tempo Doeloe Juanda, Surabaya, Minggu (31/5/2009).
Boediono meminta agar publik tidak mempertanyakan lagi keislamannya kerena sejak lahir hingga saat ini dirinya tidak pernah pindah agama. Selain itu agama Islam yang dianutnya selalu dijadikan pegangan hidup dia dan sekeluarga.
"Ilmu saya memang tidak sepadan dengan kiai. Tapi Islam sebagai pegangan hidup saya. Nilai-nilai hidup saya. Setiap langkah kami, kami sekeluarga dilandasi dasar Islam," tuturnya.
Komentar :
Post a Comment
Silakan memberi komentar di sini, No SARA buat komentarnya